
“Hey guys! Hari ini kita ngobrol serius tapi santai tentang topik yang berat tapi penting: aborsi khususnya Menggugurkan Kandungan 3 Bulan. Nah, kita udah ngundang dokter spesialis kandungan, dr. Andi, buat jawab pertanyaan kalian. Yuk, simak!”
Daftar Isi
- 1 Apa itu aborsi?
- 2 Aborsi di Indonesia legal atau enggak?
- 3 Prosedur Medis Aborsi di 3 Bulan (12 Minggu)
- 4 Risiko Medis yang Mengerikan
- 5 Testimoni: Pengalaman Pahit Aborsi Ilegal
- 6 Dilema Hukum & Moral
- 7 Alternatif yang Lebih Aman
- 8 Bisakah Hamil Lagi Setelah Aborsi?
- 9 Kata Penutup Dokter
- 10 Sebarkan ini:
- 11 Posting terkait:
Apa itu aborsi?
Penanya (P): “Doc, sebenernya aborsi itu apa sih? Kok banyak yang bilang bahaya?”
Dr. Andi (A):
“Aborsi itu terminasi atau penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup di luar rahim (biasanya sebelum 24 minggu). Di usia 3 bulan (12 minggu), janin masih berkembang, ukurannya kira-kira sebesar lemon. Proses aborsi di fase ini nggak bisa dianggap ‘sepele’ karena ada risiko medis dan psikologis.”
Aborsi di Indonesia legal atau enggak?
Penanya (P): “Katanya aborsi ilegal ya di Indonesia? Ada pengecualian nggak?”
Dr. Andi (A):
“Betul, di Indonesia aborsi dilarang kecuali dalam 2 kondisi:
-
Darurat medis (misal: kehamilan ancam nyawa ibu).
-
Korban pemerkosaan (tapi harus ada laporan polisi dan proses konseling).
Di luar itu, aborsi ilegal dan bisa kena pidana. Banyak yang akhirnya pakai ‘jalan lain’ yang berbahaya, seperti minum obat tanpa pengawasan dokter atau ke dukun.”
Prosedur Medis Aborsi di 3 Bulan (12 Minggu)
P: “Doc, bisa jelasin lebih rinci gimana proses aborsi di klinik legal? Apa bener sakit banget?”
A:
“Di negara yang legal, prosedurnya biasanya:
A. Metode Kuret (Dilatasi & Kuretase / D&C)
-
Tahap 1: Serviks (leher rahim) dilembutkan pakai obat atau dilatator (alat membuka) selama beberapa jam.
-
Tahap 2: Pasien dibius total atau lokal, lalu dokter masukkan kanula (tabung kecil) dan kuret (sendok bedah) untuk mengangkat janin dan jaringan rahim.
-
Durasi: 10-30 menit.
-
Pemulihan: Perdarahan 1-2 minggu, kram seperti menstruasi berat.
Contoh Kasus:
Di Belanda, perempuan 22 tahun menjalani D&C dengan bius total. Dia bangun tanpa rasa sakit, tapi seminggu kemudian kena infeksi karena lupa kontrol.
B. Metode Obat (Medis)
-
Pakai Mifepristone + Misoprostol:
-
Hari 1: Minum Mifepristone Cytotec (untuk hentikan hormon kehamilan).
-
Hari 2-3: Minum Misoprostol (picu kontraksi kuat sampai janin keluar).
-
-
Efek Samping: Mual, diare, perdarahan hebat (bisa sampai 2-3 minggu).
-
Efektivitas: 95% berhasil di bawah 10 minggu. Di atas 12 minggu, risiko janin tidak keluar semua lebih tinggi.
Studi Kasus:
Seorang mahasiswi di Jerman minum pil aborsi di usia 13 minggu. Darah keluar sangat banyak sampai harus transfusi karena Hb drop drastis.
Risiko Medis yang Mengerikan
P: “Aku dengar ada yang sampai meninggal, itu beneran?”
A:
“Ya! Data WHO nyebut 7 juta perempuan dirawat tiap tahun karena komplikasi aborsi tidak aman. Beberapa risiko fatal:
A. Infeksi & Sepsis
-
Penyebab: Alat tidak steril atau sisa jaringan tertinggal.
-
Gejala: Demam tinggi, keputihan bau busuk, nyeri panggul.
-
Kasus Nyata:
Di Jakarta (2022), seorang wanita 19 tahun tewas karena sepsis setelah aborsi ilegal pakai suntikan jamu di kos-kosan.
B. Perforasi Rahim
-
Penyebab: Kuret tembus dinding rahim.
-
Akibat: Harus operasi darurat, bahkan histerektomi (angkat rahim).
-
Data RS Cipto Mangunkusumo: 3-5 kasus perforasi tiap tahun dari aborsi ilegal.
C. Perdarahan Tidak Berhenti
-
Penyebab: Plasenta tidak keluar sempurna atau rahim tidak berkontraksi.
-
Solusi: Harus kuret ulang atau transfusi darah.
Testimoni: Pengalaman Pahit Aborsi Ilegal
M: “Nah, ini ada kisah nyata dari Siska (nama samaran), yang aborsi Menggugurkan Kandungan 3 Bulan pakai dukun.”
Siska (23 tahun, Mahasiswi):
“Aku hamil karena pacar main gaslighting bilang ‘aman’. Waktu tespek positif, aku panik dan cari dukun di Bogor. Dukunnya kasih ramuan pahit bikin mules 2 hari, tapi darah cuma keluar sedikit. Aku demam tinggi dan pingsan, sampai dibawa ke RS. Dokter bilang ada jaringan tersisa dan infeksi parah. Aku dirawat 2 minggu, pacar malah kabur. Sekarang aku trauma dan nggak bisa punya anak lagi karena tuba falopi-ku rusak.”
Dilema Hukum & Moral
P: “Kenapa sih di Indonesia nggak boleh aborsi padahal di luar negeri boleh?”
A:
“Ini kompleks. Indonesia punya UU Kesehatan Pasal 75 yang melarang aborsi, kecuali:
-
Indikasi medis (misal: janin cacat berat atau ibu punya penyakit jantung).
-
Perkosaan (tapi harus ada laporan polisi dan rekomendasi psikolog).
Contoh Kasus Hukum:
Di Surabaya (2021), seorang dokter dipenjara 5 tahun karena membantu aborsi tanpa indikasi medis.
Alternatif yang Lebih Aman
P: “Aku takut aborsi, tapi nggak sanggup ngurus anak. Ada jalan keluar?”
A:
“Bisa! Coba:
-
Program Baby Hatch (Kotak Bayi): Serahkan bayi secara anonim ke panti seperti Rumah Sayang Bunda.
-
Bantuan Sosial: Kontak DP3A (Dinas Pemberdayaan Perempuan) untuk dapat pendampingan.
Kisah Inspiratif:
Seorang ibu di Bandung (2023) memilih menitipkan bayinya ke keluarga adopsi via LSM. Sekarang anaknya tumbuh sehat dan dia masih bisa berkunjung.
Bisakah Hamil Lagi Setelah Aborsi?
P: “Aku takut nggak bisa punya anak lagi kalau aborsi.”
A:
“Tergantung kondisinya:
-
Jika prosedur aman & tanpa komplikasi: Kesuburan biasanya pulih dalam 3-6 bulan.
-
Jika ada infeksi/kerusakan rahim: Bisa sebabkan infertilitas.
Data Klinik: 1 dari 10 perempuan yang aborsi ilegal mengalami kemandulan.
Kata Penutup Dokter
A:
“Guys, kehamilan nggak direncanakan itu berat, tapi jangan gegabah putuskan aborsi tanpa riset. Kalau kamu korban pemerkosaan atau dalam bahaya, segera cari bantuan ke:
-
Klinik Kesehatan Reproduksi (misal: PKBI).
-
Layanan Psikolog (SehatMental.id atau Into The Light).
Jangan sampai nyawa taruhannya hanya karena keputusan terburu-buru.”
M: “Oke, terima kasih buat dr. Andi dan semua yang udah berbagi cerita. Ingat, kesehatan fisik dan mental kalian adalah prioritas!”